Muhammad bin Jarir Ath-Thabari

Bismillah..

Jejak 10 ulama fenomenal dan Karyanya (bagian 4)

MUHAMMAD BIN JARIR ATH-THABARI (Syaikhul Mufassirin / Guru Para Ahli Tafsir)

Seorang ulama langkah yang tidak bisa ditutupin kebesarannya, ulama dengan ketinggian ilmu dan karya-karyanya yang fenomenal. Ulama yang dengan segala kebesaran, namun selalu menghiasi dirinya dengan sikap Zuhud dan wara'nya.

Maka bersiaplah untuk menyimak kisah dari ulama yang menjadi guru bagi para ahli tafsir dan para ahli sejarah.

1. NAMA DAN KELAHIRAN
Muhammad bin JARIR bin Yazid bin Katsir bin Ghalib, dan kunyahnya adalah Abu Ja'far Ath Thabari.
Beliau dilahirkan di Amul Thabaristan, yaitu ibukota Thabaristan. Lahir di tahun 224 H dan wafat pada tahun 310 H.

2. AT-THABARI MENURUT PANDANGAN ULAMA

a. Al Kathib al-Baghdadi mengatakan, "At-Thabari adalah satu pemimpin ulama. Ucapannya dijadikan pedoman. Pendapat, pengetahuan, dan kelebihannya dijadikan sebagai rujukan. Dia telah menghimpun ilmu-ilmu yang belum dilakukan oleh seorang pun dari penduduk zamnnya. Dia hafal kitab Allah, mengetahui qira'at, mengetahui maknanya, faqih tentang hukum-hukum Al qur'an, tahu tentang sunnah-sunnah dan jalur-jalur sanadnya, shahih dan daifnya, nasikh dan manshukhya, tahu tentang pendapat-pendapat sahabat dan tabi'in, tahun tentang peristiwa-peristiwa dan berita-berita manusia (yakni sejarah manusia).

b. Ibnu Khuzaimah mengatakan, " Aku tidak pernah mengetahui di ada yang lebih tahu(lebih tinggi ilmunya) dari pada Muhammad bin Jarir.

c. Yaqut al-Hawawi mengatakan, "Abu Ja'far Ath Thabari,muhaddits faqih, pembaca Al Qur'an sekaligus sejarawan, dikenal lagi masyur."

d. Ibnu Khallikan mengatakan, " Dia adalah penulis tafsir yang sangat besar dan tarikh yang masyur. Dia adalah imam dalam berbagai cabang keilmuan. Dia memiliki banyak karya yang mempesona di berbagai disiplin ilmu, yang menunjukkan keluasan ilmunya dan keutamaannya yang melimpah. Dia termasuk imam Mujtahid."

e. Ibnu Katsir mengatakan, " Dia adalah salah satu pemimpin para ulama, dalam hal ilmu dan pengamalan kitab Allah dan Sunnah RasulNya."

f. Adz-Dzahabi mengatakan," Imam, orang yang sangat berilmu,mujtahid, alim pada zamannya, penulis berbagai karya tulis yang sangat mencengangkan."
Dia mengatakan," Dia mencari ilmu setelah 240H, Dia banyak melakukan perjalanan dan berjumpa dengan para tokok mulia. Dia adalah salah seorang yang langka di masanya dalam hal ilmu, kecerdasan, dan banyak karya. Jarang sekali mata melihat orang sepertinya.

3. PENDIDIKAN

Ayah At Thabaristan (Jarir) pernah bermimpi melihat At-Thabari berada di hadapan Rasulullah. Saat itu Ia membawa wadah yang penuh dengan batu, dan aku melempar batu-batu itu di hadapan Rasulullah. Maka penakwil mimpi berkata kepada Jarir, "Sesungguhnya jika dia sudah besar nanti, maka dia akan memberi nasihat dalam agama Rasulullah, dan membela syariat beliau.". Mendengar hal itu, ayah At-Thabari berkeinginan keras membantunya untuk menuntut ilmu, dan hal itu terus menjadi motivasi bagi ayahnya. Sehingga ia benar-benar diarahkan degan sungguh-sungguh sejak kecil.

Abu Bakar bin Kamil menemui gurunya (Abu Ja'far At-Thabari) untuk meminta nasihat. Ia datang bersama putranya. Abu Ja'far bertanya, " ini putramu?" Aku menjawab "Ya". Dia menimpali, "Semoga Allah meninggikannya. Kemudian ia bertanya, " Berapa usia anak ini?" Aku menjawab, "Sembilan tahun." Dia bertanya, "mengapa engkau tidak mengajak anakmu ikut dalam majelisku?". Aku menjawab "Aku merasa belum pas karena ia masih kecil dan aku khawatir dia belum beradab padamu," Dia mengatakan kepadaku, " Itu bisa berjalan(diperbaiki sambil belajar). Muridku, Aku hafal Al Qur'an saat berusia tujuh tahun, menjadi imam shalat saat berusia delapan tahun, dan menulis hadist saat berusia sembilan tahun. Dan mulai berpetualang mencari ilmu saat aku berusia dua belas tahun ( Ulama disampingnya, ilmunya sudah habis diserap olehnya, sehingga di usia dua belas tahun ia didukung penuh oleh Ayahnya untuk melakukan safar)."

Ia memulai perjalannya dari thabaristan, khurosan, Irak, Syam, Mesir dan terakhir menetap di Baghdad. Ia berada di Mesir sebelum usia dua puluh tahun.

Ayahnya bukan orang yang kaya akan tetapi ia mrnggunakan semua hasil usahanya untuk membiayai pendidikan anaknya. Ketika ayahnya meninggal, tanah dan kebun dari warisan sang ayah dikelolakan orang lain dan Ia gunakan hasilnya untuk melanjutkan pendidikannya.

4. KESUNGGUHANNYA DALAM MENCARI ILMU

At-Thabari memiliki bacaan AlQur'an yang indah. Ia mengkisahkan, "Ketika masih kecil kami mencatat hadist, sebelum memulai pelajaran yang baru guru kami menanyakan catatan kami diwaktu sebelumnya  setelah itu ia memberi kami pelajaran baru. Dan di saat yang sama kami belajar di tempat yang berbeda. Karena itu di setiap waktu belajar kami selalu berlari seperti orang gila." At-Thabari mencatat lebih dari 100.000 hadist dari Ibnu Humair.

Di antara kisah lain yang menunjukkan kuatnya hafalannya ialah kisah Abu Ja'far dengan Abu Kuraib. Abu Kuraib memperlakukan muridnya sesukanya, ia tidak mau mengajar jika muridnya tidak hafal hadist yang diajarkan sebelumnya.
Abu Ja'far berkata, " Aku hadir di pintu rumahnya bersama para ahli hadist, maka dia melongok dari pintu kecil khusus untuknya, sedangkan para ahli hadist meminta masuk dan bergemuruh. Dia mengatakan, ' Siapa di antara kalian yang hafal apa yang telah di tulis dariku?' Maka mereka memandang satu sama lain, kemudian mereka memandang ku seraya mengatakan, ' Kamu hafal yang telah mengaku tulis darinya?' Aku menjawab, 'Ya.' Lalu mereka mengatakan kepadanya, ' Orang ini, bertanyalah kepadanya.' Aku katakan, ' Engkau telah menceritakan kepada kami di tempat demikian tentang demikian, dan pada hari demikian tentang demikian.' Abu Kuraib pun mulai bertanya kepadanya, hingga Ath Thabari terasa mulia dalam jiwanya, lalu dia mengatakan kepadanya 'Masuklah kepadaku.'

Setiap hari abu Ja'far menulis empat puluh halaman setiap harinya selama empat puluh tahun. Karyanya menjadi Tafsir dan Tarikh nomer  satu. Muridnya menghitung karyanya dibandingkan dengan usianya (71 tahun,dihitung sejak usia balighnya), maka diperoleh bahwa ia setiap harinya menulis 40 halaman.

Al Khatib menceritakan bahwa At Thabari mengatakan kepada para sahabatnya, "Apakah kalian bersemangat untuk tafsir AlQur'an?" Mereka balik bertanya, " Berapa kadarnya, " Dia menjawab, " 300.000 kertas." Mereka mengatakan, "ini termasuk perkara yang menghabiskan usia sebelum menyempurnakannya." Dia pun meringkasnya dalam 3000 kertas. Kemudian dia mengatakan, "Apakah kalian bersemangat untuk sejarah suami dari Adam hingga waktu kita sekarang ini?" Mereka balik bertanya, " Berapa kadarnya?" Dia pun menyebutkan semisal dengan apa yang disebutkannya mengenai tafsir, lalu mereka menjawabnya dengan yang seperti itu. Dia mengatakan, "Inna lillah, ternyata semangat telah mati," Dia pun meringkasnya sebagaimana dia meringkas tafsir.

Abu Ja'far bekerja untuk membiayai aktifitas menulis dan mengajarnya.
Ia dikenal sebagai pribadi yang Zuhud dan sederhana. Jika seseorang memberikan kepadanya hadiah yang bisa dia beri balasan, maka dia menerimanya dan membalas hadiahnya. Jika itu adalah hadiah yang tidak mungkin dia bisa membalasnya, maka dia menolaknya dan meminta maaf kepada pemberi hadiah. Pernah Abu al-Haija mengirimkan kepadanya sebanyak tiga ribu Dinar. Ketika dia memandangnya, dia kagum kepadanya, kemudian mengatakan, 'Aku tidak mau menerima hadiah yang aku tidak mampu untuk memberikan balasan kepadanya. Dari mana aku mendapat sesuatu untuk membalas hadiah ini?" Dikatakan kepadanya, 'Hadiah ini tidak perlu dibalas. Hadiah tersebut hanyalah amal untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namun dia menolak menerimanya, dan mengembalikan kepadanya."

Ketika At Thabari telah menetap dan mencapai puncak dalam ilmu dan kehidupan, maka dia Zuhud dengan harta, tidak berkeinginan untuk menghimpun nya. Dia tetap sibuk menghabiskan waktunya untuk ilmu, mengarang, dan mengajar.

Menurut dugaan kuat bahwa ambisi ilmiah, kesibukan dalam mencari ilmu, dan mengosongkan waktu untuknya, adalah sebab dia membujang dan tidak menikah. Karena ilmu itu menyibukkan pelakunya, dan memberikan kepadanya kenikmatan yang jarang ada, dan kelezatan yang khusus, yang tidak pernah dijumpai oleh orang yang pernah mencobanya. Jika seseorang dibenamkan di dalamnya di masa mudanya, maka keinginan menikah itu ringan baginya. Jika dia telah mencapai usia tua, berusia lanjut, terbiasa membujang, dan sibuk di majelis ilmu, maka keinginan tersebut hilang darinya. Sebaliknya, dia merasa bahwa ini meringankan beban pernikahan dan anak-anak dan keturunan darinya. Dengan demikian, kontribusinya akan banyak, ilmunya melimpah, sumbangsihnya bertambah, dan manfaatnya merata. Ini yang terjadi pada banyak ulama terkemuka, seperti At Thabaristan, An Nawawi, dan lainnya.

5. HAFALAN DAN KECERDASAN MUHAMMAD BIN JARIR ATH-THABARI

Di antara yang menunjukan kejeniusan dan kecerdasan ini, ialah apa yang telah dikisahkan oleh At Thabari tentang dirinya berkenaan dengan belajar ilmu 'Arudh(ilmu sastra bahasa) dalam satu malam. Ilmu ini tidak terlalu menjadi perhatian Imam Thabari. Dia mengatakan, "ketika aku masuk Mesir, tidak ada satu pun dari ahli ilmu melainkan menemuiku, dan mengujiku mengenai ilmu yang bisa dijadikan sebagai bukti. Suatu hari, seseorang datang kepadaku lalu bertanya kepadaku tentang sesuatu dari ilmu 'Arudh,sedangkan aku sebelumnya tidak bersemangat untuknya, maka aku katakan kepadanya,'  'Aku telah berjanji untuk tidak berbicara pada hari ini sedikitpun tentang Arudh. Besok datanglah kepadaku. Kemudian aku meminta kepada temanku kitab Al Arudh karya Khalil bin Ahmad. Lalu dia datang membawa buku itu, lalu semalaman aku memperhatikan buku itu. Pada petang harinya aku bukanlah Arudhi(Ahli Arudh), namun pagi harinya aku menjadi Arudhi."
Ini menunjukkan kecerdasannya, kecepatan pemahamannya dan kemampuan meringkas secara sempurna dalam waktu-waktu sempit.

Abu Ja'far Ath Thabari juga menguasai matematika matematika. Ia menulis buku tentang matematika dan kedokteran, Tafsir, Tarikh, fiqih, Hukum.

6. SIFAT ZUHUD DAN WARA' MUHAMMAD BIN JARIR ATH-THABARI 
Apabila Ia diberi suatu hadiah, maka jika dia melihat bahwa dia bisa membalas hadiahnya dengan yang lebih banyak daripada, maka dia menerimanya. Jika tidak bisa, maka dia menolaknya dan tidak menerimanya.

Inilah sebagian kisah Muhammad bin Jarir dalam Zuhud dan wara'nya.

Pada suatu hari, Khalifah Al Muqtadir ingin dituliskan kitab tentang waqaf, yang syarat-syaratnya telah disepakati  di antara para ulama. Maka dikatakan kepadanya, " Tidak ada yang mampu melakukan hal itu darinya, lalu dia menulis untuknya. Kemudian Khalifah memanggilnya dan mendekatkan kedudukannya disisinya seraya mengatakan kepadanya, " mintalah keperluanmu." Ia menjawab, "aku tidak punya keperluan," Khalifah mengatakan, " Engkau harus meminta keperluan atau sesuatu padaku.". Dia mengatakan," aku meminta kepada Amirul Mukminin agar memerintahkan kepada polisi agar menghalangi para pengemis pada hari Jum'at memasuki areal masji." Khalifah pun memerintahkannya.

Al Khatib menceritakan, " Perjalanan telah mengumpulkan Ibnu Jarir, Ibnu Khuzaimah, Muhammad bin nasr, dan Ar Ruyani. Lalu mereka menjadi miskin dan tidak memiliki apa-apa yang bisa mereka makan, dan mereka kelaparan. Mereka pun berkumpul pada suatu malam di sebuah rumah yang mereka gunakan untuk berlindung lalu mereka bersepakat mengundi siapa yang akan keluar undiannya harus meminta makanan untuk teman-temannya. Ternyata undian yang keluar atas nama Ibnu Khuzaimah, maka dia mengatakan, "Tangguhkanlah aku hingga aku shalat istikharah terlebih dahulu". Kemudian mereka kedatangan utusan dari Amir. Ketika mereka membuka pintu, dia bertanya,' Siapa di antara kalian yang bernama Muhammad bin Nasr?' dijawab, 'ini'. Dia pun mengeluarkan kantong berisi 50 Dinar, lalu menyerahkan kepada. Kemudian dia bertanya, ' siapa di antara kalian yang bernama Ibnu Jarir?' Dia pun memberikan kepadanya yang semisal itu. Demikian pula kepada Ibnu Khuzaimah dan ar Ruyani. Kemudian dia menceritakan bahwa Amir tidur lalu bermimpi orang-orang yang terpuji telah kelaparan, maka dia mengirimkan kantong-kantong ini pada kalian. Dia juga bersumpah atas kalian, jika dinar-dinar itu susah habis, maka hendaklah kalian mengirimkan salah seorang dari kalian untuk memberitahukannya.

7. PANDANGAN ULAMA MENGENAI KITAB AT THABARI

Abu Hanifah mengatakan "Seandainya seseorang melakukan perjalanan ke China untuk membeli kitab At Thabari, maka sungguh itu akan sebanding dengan nilai-nilai dalam kitabnya."

Pelajaran :
1. Ayah Ibnu Jarir At Thabari menggunakan semua hartanya untuk membiayai pendidikan anaknya. Orangtuanya lebih mengutamakan ilmu dan kebaikan untuk sang anak, meskipun harus hidup dalam keterbatasan.
Jika memiliki materi yang lebih maka belanjakan untuk ilmu dan sesuatu yang membuat anak semakin dekat dengan Allah dan Rasulnya.

2. Menuntut ilmu itu butuh kesabaran. Lihatlah kesabaran dan kesungguhan ulama dalam menuntut ilmu. Bahkan keterbatasan membuat mereka fokus untuk menuntut ilmu.

Ibnu Jarir adalah sosok yang menggabungkan antara ketinggian ilmunya dengan ketawadhu'an yang sangat mendalam.

Inilah yang sepatutnya menjadi teladan bagi para generasi.

3. Belajar sejarah adalah untuk memotivasi atau menginspirasi, jangan berfikir untuk memfotocopy.

4. Tekankan pelajaran adab sebelum mempelajari AlQur'an. Inti pembelajaran di usia PAUD adalah adab.
Urutannya Adab, AlQur'an (Hafal), baru kemudian tafsir.

AlQur'an adalah materi dasar, pedoman utama tapi tidak semua ulana yang menempuh pendidikan hafal AlQur'an.

Pembelajaran adab tidak ada batasan usia. Adab lebih dalam dari pada Akhlak. Akhlak adalah yang tampak, sedangkan Adab adalah hikmah yang menggerakkan akhlak baik seseorang.

Pemateri : Ustad Asep Sobari,Lc
Resume : Ambi Ummu Salman

*Disampaikan oleh ust. Asep Sobari dalam kajian Muslimah Taman Tanah Baru, 31 Oktober 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gerbang Fitnah Terletak Pada Kematian Umar bin Khattab RA

KISAH ISTRI ABU LAHAB (UMMU JAMIL)

KISAH IBUNDA NABI MUSA