Jangan Merasa 'Lebay' Terhadap Buku

Bismillah...
Jangan Merasa 'Lebay' Terhadap Buku

Sebagai seorang Ibu rumah tangga dengan pekerjaan sampingan menjual buku, maka saya banyak berhadapan dengan berbagai karakter pembeli. Mulai dari yang loyal terhadap buku, nah yang seperti ini saya tidak akan bersusah payah menjelaskan pentingnya buku dan kenapa harus mengakrabkan diri dengan buku, dan terkadang yang tipe seperti ini bukan dari keluarga yang bisa dibilang kaya tapi ia senantiasa mengusahakan agar selalu ada jatah buku untuk anak-anak dan dirinya. Namun, ada pula yang secara materi berkecukupan namun hanya berhenti sampai pada tanya harga dan komentar "bukunya mahal sekali mbak", karena yang saya jual kebanyakan buku premium dan kitab-kitab ulama yang harga memang diatas 100ribu. Tipe ini merasa dirinya lebay jika membeli buku ratusan ribu apalagi kalau dikasih yang kisaran satu juta ke atas, tetapi ia tidak merasa lebay jika makan di restoran yang mahal dan bermewah-mewah dengan pakaian, tas, rumah dan segala pernak-pernik dunia lainnya.

Pernah suatu ketika ada yang bilang kepada saya, 'lah mbak rumah masih ngontrak aja lah kok pakai bikin perpustakaan keluarga segala, buku segitu banyak bisa kali buat bayar DP rumah.' Iya pada kenyataannya, keluarga kami memang masih menjadi kontraktor (ngontrak rumah orang) dan bukan berarti kami tidak merencanakan memiliki rumah, siapa sih yang tidak ingin punya rumah sendiri?. Kami tetap mengusahakannya sampai saat ini, namun bagi kami rumah itu hanya investasi dunia yang tidak akan kami bawah mati, tapi buku(ilmu) adalah kebutuhan kami untuk bekal akhirat in syaaAllah.

Kami pun sepakat dan mengamini ketika ada seorang konsultan keuangan mengatakan dalam sebuah pelatihan yang saya ikuti bahwa buku bukanlah investasi. Karena saat itu yang dibahas investasi dunia yang dalam rangka mengamankan kekayaan atau menambah kekayaan harta kita maka saya sepakat bahwa buku tidak masuk dalam kategori investasi dunia, tapi buku adalah investasi otak dan hati, dan bisa menjadi investasi akhirat in syaaAllah jika kita memilih buku yang menuntun kita pada nilai-nilai keimanan dan kebaikan, dan kita pun memanfaatkan buku itu untuk kebaikan pula.

Buku mungkin tidak ada membuat dirimu kaya dunia, tapi ia bisa membuatmu kaya hati dan kaya pikiran(wawasan). Itu lah sejatinya investasi yang paling berharga dari pada sekedar uang.”

Al-Jahizh dalam Al-Hayawan mengatakan, " Barangsiapa yang ketika membeli buku tidak merasa nikmat melebihi nikmatnya membelanjakan harta untuk orang yang dicintai, atau untuk mendirikan bangunan, berarti dia belum mencintai ilmu. Tidak ada manfaatnya harta yang dibelanjakan hingga dia lebih mengutamakan untuk membeli buku, seperti orang Arab Badui yang lebih mengutamakan susu untuk kudanya daripada untuk keluarganya. Hingga dia juga sangat berharap untuk memperoleh ilmu seperti halnya orang Arab Badui yang sangat mengharapkan kudanya."

Imam Abu Muhammad Ibnu Hazm menyebutkan pilar-pilar penopang ilmu dalam Risalah Matatib Al Ulum di antaranya adalah, " memperbanyak buku, sebab tidak ada buku yang tidak bermanfaat dan tidak menambah ilmu yang bisa diperoleh seseorang, apabila dia memang membutuhkannya. Orang tidak akan mampu menghafal semua ilmu yang pernah dipelajarinya. Maka buku menjadi sarana penyimpanan ilmu paling baik baginya."

Seandainya tidak ada buku, tentu hilanglah banyak ilmu dan tidak akan terpelihara. Disinilah kesalahan orang yang mencela upaya memperbanyak buku. Kalau saja pendapatnya dituruti, niscaya lenyaplah ilmu. Kalau saja tidak ada bukti kesaksian dari buku, pastilah klaim orang alim dan orang jahil akan dipandang sama.

Karena seringnya para ulama shalafussalih membeli buku, sebagian dari mereka mendapatkan kritikan. Sampai-sampai Sulaiman bin Abdul Hamid berkata dalam syairnya,
Dia Berkata : Engkau telah membelanjakan hartamu
Untuk buku yang berada pada tangan kananmu.
Aku berkata : Biarlah Aku...
Semoga kutemukan satu buku yang memberi petunjuk padaku
Sehingga nanti kuambil catatan amalku, aman dengan tangan kananku.

Mari berkaca pada Para Ulama shalafussalih kita, bagaimana kecintaan mereka terhadap ilmu dan buku. Begitu banyak kisah, diantaranya kisah Imam Ath Thabari  dimana ayah beliau seluruh hartanya dihabiskan untuk kepentingan Ath Thabari menuntut ilmu dan membeli kitab-kitabnya.
Ibnul Jauzi yang menjual dua rumahnya untuk menuntut ilmu dan membeli kitab-kitabnya, sehingga dalam salah satu karyanya beliau berkata 'Aku pernah membaca 200.000 jilid buku lebih. Bisa kita bayangkan buku sebanyak itu??.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan dalam kitabnya bahwa Syafi' bin Ali Al Kinani gemar mengkoleksi buku. Ketika beliau meninggal dunia ada sekitar dua puluh lemari yang penuh dengan buku bermutu yang beliau tinggalkan.
Sultan Muhammad AlFatih, dengan ribuan bukunya dan sungguh ia sangat mencintai ilmu dan seluruh buku-bukunya itu sehingga ketika ia berpindah dari kerajaan ke Amasya dibawalah seluruh buku-bukunya itu.

Dan masih banyak lagi kisah kecintaan para ulama terhadap ilmu dan buku. Hingga Ibnu Duraid berkata bahwa tamasya dan istirahat bagi kami adalah dengan menelaah buku-buku.
Maka bisa jadi apa yang saya atau kita lakukan belum seberapa jika dibandingkan dengan para ulama generasi emas islam dulu mencintai dan rela menukar hartanya dengan buku(ilmu).

Jika kita ingin kembali pada kejayaan Islam maka tengoklah kembali bagaimana mereka mencintai ilmu dan gila pada buku-buku.

Jadi masih merasa lebay untuk belanja buku?

Sudahlah singkirkan keraguanmu dan mari menjemput ilmu...

Allahu a'lam..

Ambi Ummu Salman,
Depok,301216

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KISAH ISTRI ABU LAHAB (UMMU JAMIL)

KISAH IBUNDA NABI MUSA

Gerbang Fitnah Terletak Pada Kematian Umar bin Khattab RA